oleh: Meutia Sahara Putri Salego, S.Pd.I
Isra Mikraj berasal dari bahasa Arab. Biasanya ditulis sebagai al-Isra’ wal-Mi’raj yang terdiri atas dua kata, yaitu isra’ dan mi’raj, yang mana keduanya juga mempunyai arti yang berbeda.
Kata isra’ berasal dari kata sara yang artinya ‘perjalanan malam’. Sedangkan, mi’raj dalam bahasa Arab berarti ‘kendaraan’, ‘alat untuk naik’, ataupun ‘tangga’. Bentuk jamaknya adalah ma’arij yang berarti ‘tempat-tempat naik’.
Sementara menurut istilah, isra’ diartikan sebagai perjalanan Rasulullah Saw. di waktu malam dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina). Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah Saw. dari Masjidil Aqsa ke langit tujuh sampai ke Arsy Allah SWT.
Lantas apa maksud Allah SWT. berkenaan peristiwa Isra Mi’raj ini ?
Isra Mikraj bukanlah peristiwa perjalanan biasa. Dalam peristiwa itu, Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da’wah Rasulullah sedang pada masa sulit, penuh duka cita.
Seperti diketahui, sbelum melakukan Isra Mikraj, Rasulullah tengah mengalami masa-masa sulit. Para ahli sejarah menyebut masa itu sebagai Amul Huzni atau tahun kesedihan. Pada masa itu, Rasulullah ditinggal wafat oleh dua orang yang sangat ia cintai, yaitu Abu Thalib pamannya dan Siti Khadijah istrinya.
Oleh karena itu, pada peristiwa suci tersebut, Rasulullah dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar ia bisa melihat bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Rasulullah bertambah motivasi dan semangatnya. Peristiwa itu menjadi pesan kepada umat Islam untuk tidak larut pada kesedihan dan keterpurukan. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan umat Islam untuk bangkit.
Hal menarik lainnya dari kejadian Mikraj yakni Rasulullah Saw. mendapat perintah shalat lima waktu, yang kalau dilihat secara cermat, shalat itu merupakan bentuk ibadah yang paling sempurna untuk menyimbolkan penghambaan manusia kepada Allah SWT. Karena shalat itu puncaknya adalah sujud, dan sujud itu ketika kita bersedia meletakkan kepala kita di tempat yang paling rendah sejajar dengan telapak kaki. Hal itu sesungguhnya tidak boleh kita lakukan pada siapa pun kecuali kepada atau karena Allah SWT.
Isra mikraj yang dialami oleh Rasulullah Saw. pada dasarnya merupakan representasi kekuasaan Allah yang sangat tak terjangkau akal pikiran manusia. Selain itu, peristiwa Isra Mikraj tak lain adalah wujud perjalanan manusia menuju “Yang Tak Terbatas”. Sebuah kesadaran yang pada akhirnya akan membimbing manusia menuju satu keyakinan bahwa kehidupan pada dasarnya merupakan perjalanan spiritual yang dibimbing oleh “Yang Transenden” sehingga manusia tidak akan pernah menyerah dalam memperjuangkan “garis-garis kebenaran” yang telah Ia kabarkan melalui utusannya, Rasulullah Saw.
Wallahu ‘Alam bi Shawab.
Allahumma Sholli Ala Muhammad wa ala Ali Muhammad.