Oleh: Zulham Alfari, S.Pd., M.Pd. (Guru Matematika MAN 1 Konawe Selatan)
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ada banyak perubahan signifikan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Karakteristik siswa masa kini seolah belum mampu diakomodir oleh guru sehingga muncul sejumlah asumsi bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di pendidikan formal tidak relevan dengan kondisi saat ini. Asumsi ini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Namun, yang paling penting adalah sikap bijak dari guru mengolah asumsi tersebut sehingga tidak terjadi gap learning hingga loss learning.
Guru memiliki tugas yang kompatibel dengan aspek pencapaian pembelajaran siswa. Guru bertugas mendidik agar siswa memiliki sikap dan tingkah laku yang baik dalam komunitas belajarnya maupun lingkungan masyarakat (aspek afektif). Guru bertugas mengajar agar siswa memiliki pengetahuan dan kecerdasan sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (aspek kognitif). Guru bertugas melatih agar siswa memiliki keterampilan hidup yang berguna (aspek psikomotor)
Konektivitas antara tugas guru dan aspek pencapaian pembelajaran siswa tersebut tergantung pada kemampuan guru dalam mengelaborasi perannya. Elaborasi yang efektif terjadi ketika guru melakukan refleksi. Dengan refleksi, guru dapat melakukan perbaikan kualitas pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan kesulitan siswa.
Nadiem Makarim, dalam Sarasehan Komunitas Guru Belajar Nusantara tahun 2023 menyebut bahwa salah satu syarat utama menjadi guru pembelajar adalah guru harus intens melakukan refleksi. Hasil refleksi menjadi dasar bagi guru untuk memperbaiki metode pembelajaran, kedalaman materi dan karakteristik siswa. Agar dapat menciptakan metode pembelajaran yang menarik, guru harus memiliki pola pikir TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge). Proses ini tidaklah mudah karena membutuhkan waktu dan kesadaran diri bahwa guru merupakan profesi pembelajar sepanjang hayat.