SEKILAS INFORMASI
: - Wednesday, 06-11-2024
  • 4 tahun yang lalu / Selamat datang di portal resmi MAN 1 Konawe Selatan MAN 1 Konawe Selatan Bisa, Maju dan Terdepan
Sekolah Itu Gak Enak, Berhenti Saja

Judul tulisan ini tergolong provokatif. Namun, sebenarnya tulisan ini merupakan tulisan reflektif penulis sejak masa pembelajaran Covid-19 hingga saat ini. Soroton tajam diuraikan oleh penulis bahwa setelah memasuki masa normal kualitas pembelajaran siswa makin menurun. Hal yang paling terasa adalah siswa kehilangan tanggung jawab sebagai siswa yang ditunjukkan dengan hilangnya daya juang dalam diri mereka. Secara lengkap, tulisan tersebut dipaparkan sebagai berikut. 

 

Akhir-akhir ini pasca pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dimasa pandemi covid 19 dilonggarkan aktivitas peserta didik dalam menjalani aktivitas mereka seakan-akan ogah-ogahan. Hampir semua guru pada tiap-tiap tingkatan mengeluhkan hal ini. Tak terkecuali dengan yang kami alami. Ditambah lagi dengan adanya renovasi total gedung di sekolah kami. Akibatnya kami harus memutar otak agar tatap muka terbatas dapat dilakukan mengingat kelas X yang nota bene sebagai siswa baru pada tahun pelajaran 2021/2022 belum familiar terhadap kondisi dan situasi belajar di sekolah yang baru.

Berdasarkan kesepakatan seluruh waga sekolah serta kesediaan pemerintah desa maka diputuskan sekolah kami yang berjumlah lima belas rombongan belajar memilih masjid atau mushalah desa sekitar sebagai tempat bertatap muka dalam proses belajar mengajar dengan pilihan sewaktu-waktu bisa belajar secara daring jika diperlukan.

Pada awal pembagian tempat belajar tersebut anak-anak ramai mencuit saran dan pendapat pada grup WA kelas yang terhubung dengan masing-masing wali kelas ataupun guru mata pelajaran agar mereka bisa ditempatkan pada masjid atau mushalah yang tidak jauh dari domisili mereka.

Akhirnya diputuskan suka tidak suka, senang tidak senang harus diterima apa yang telah menjadi keputusan dari pihak sekolah tentang penempatan masing-masing kelas pada masjid atau mushalah yang telah ditentukan. Ada siswa yang jarak rumahnya ke masjid itu hanya puluhan meter ternyata harus rela menempuh jarak belasan kilometer apakah itu diantar dengan motor oleh anggota keluarga, numpang pada sepeda motor milik temannya yang kebetulan bertetangga atau menumpangi angkot yang secara kebetulan atau sengaja melintas dalam mengantar penumpang antar desa dalam kecamatan yang sama . Karena kelasnya tidak ditempatkan pada masjid yang dekat dari rumah mereka. Tapi ada juga yang secara kebetulan ada beberapa siswa yang kelasnya dapat masjid yang dekat dari rumah mereka.

Awal pelaksanaannya semua siswa menyambut baik dan antusias dalam menerimanya. Namun belakangan timbul persoalan mobilitas sebab alat transportasi yaitu angkutan umum berupa mikrolet yang biasa digunakan sebelum pandemi kini tinggal dihitung jari. Termasuk rute yang harus dilalui juga terbatas. Mengingat radius sebaran masjid pada beberapa desa sekira lima belas kilo meter dengan jalur poros jalan nasional dan sebagian lagi masjid atau mushalah ada pada lorong atau tersebar pada desa-desa yang terletak dalam lorong-lorong tersebut. Sebulan menyesuaikan begitu berat bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan berupa sepeda motor meskipun jam belajar sudah dipangkas seminim mungkin. Idealnya 8 hingga 9 jam perhari selain hari jumat kini hanya 4 hingga 5 jam perhari dengan asumsi hanya 2 mata pelajaran perhari. Masuk sekolah jam 07.15 hingga jam 10.30 waktu setempat bagi kelas yang kebagian 4 jam pelajaran tanpa istirahat dan jam 07.15 hingga 11.15 waktu setempat bagi kelas yang kebagian 5 jam pelajaran tanpa istirahat.

Belum lagi cara duduk dalam menulis yang tidak mendukung. Ada yang menulis sembari tengkurap, ada yang menulis diatas punggung temannya yang sementara tengkurap dan berbagai macam model lain dalam menulis karena di dalam ruang masjid tidak tersedia meja dan kursi sebagai sarana prasarana dalam pembelajaran.

Sebagai guru yang mengampu mata pelajaran matematika tentu merasakan seperti yang guru mata pelajaran lain rasakan. Khususnya bagi sekolah-sekolah yang berada pada daerah yang masih minim fasilitas sarana dan prasana pendidikannya, minim orang tua murid yang berpenghasilan layak dan segala macam kekurangan lainnya seperti yang terjadi di sekolah kami. Proses transpformasi ilmu pengetahuan dan keterampilan nyaris tanpa hasil secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini bukan tanpa alasan. Ketika siswa ini masih duduk di kelas IX pengalaman belajar mereka benar-benar tidak secara baik dapat membelajarkan. Betapa tidak, metode sistem ambil materi dan setor tugas tanpa interaksi efektif baik langsung maupun tidak langsung, luring maupun daring seakan-akan hanya menggunggurkan kewajiban semata bagi kedua belah pihak yaitu antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Menggali dan menunjukkan kemampuan pada siswa hampir tak terasa. Kecuali 1 hingga 3 orang saja. Hal ini bukan tanpa sebab mengingat rata-rata dalam penyampaian tugas hampir pasti itu adalah hasil copy atau salin dari teman yang 1 hingga 3 orang tadi.

Dalam proses pembelajaran dengan tatap muka terbatas ini, penggunaan gawai tidak terhindarkan. Karena sewaktu-waktu pembelajaran dapat juga berlangsung secara daring. Hingga suatu waktu ada siswa yang memfoto salah satu teman guru yang sementara mengajar dan membagikannya melalui media WA teman-temannya dengan beragam komentar. Pengalaman buruk yang saya alami sendiri yaitu ketika pada suatu kesempatan saya mengirim tugas melalui WA grup mata pelajaran pada salah satu kelas yang saya ajar. Tidak berselang lama muncul pemberitahuan tanda pesan WA masuk dalam jaringan pribadi. Begitu saya buka ternyata dari salah satu siswa yang tergabung dalam kelas yang saya berikan tugas tersebut. Alangkah kagetnya ketika saya buka ternyata isi pesannya tersebut tertulis: “malasku kerja tugas”.

Setelah saya konfirmasi ternyata pesan itu memang dari anak yang bersangkutan. Lalu apa maksudnya kamu menulis seperti itu. Setelah yang bersangkutan meminta maaf melalui pesan WA kepada saya anak ini mengatakan bahwa pesan itu salah kirim. Harusnya pesan itu akan dikirim kesalah satu temannya. Anak ini mengaku bahwa dia ingin mengabarkan bahwa dia lagi tidak ingin mengerjakan tugas tersebut.

Jadi bagaimana dengan tanggungjawabmu kepada saya? Begitu pertanyaan saya kepadanya. Apakah dengan sampainya pesan itu kepada saya, artinya kamu mendapat pengakuan bahwa kamu serius tidak ingin mengerjakannya? Setelah berjanji akan mengerjakan dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, saya kembali berpesan kepadanya. Jangan pernah mengajak teman-temanmu untuk menyamai dirimu dalam hal negatif. Apa yang telah kamu lakukan ini telah membuktikan ternyata niat yang tidak baik itu biar ditutupi bagaimanapun pasti akan ketahuan juga. Bersyukurlah hal ini cepat dibukakan oleh Allah sehingga kamu tidak larut dalam kebiasaan yang bisa mengganggu cara berpikir kamu selanjutnya.

Sebagai guru tentu sangat tidak mengharapkan jika ada ungkapanungkapan yang nadanya seperti itu keluar dari mulut siswa yang diajar dan dididik agar bisa menjadi pribadi yang dapat berguna bagi sesamanya. Sebagaimana pesan guru-guru saya terdahulu bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi sesamanya. Seandainya kamu tidak dapat mengucapkan yang baik-baik maka diamlah.

Suatu ketika dalam sebuah pertemuan sebelum memulai penyajian materi pelajaran saya terlebih dahulu memberi motivasi dan penguatan meskipun saya tidak terlalu barharap untuk mereka ikuti tetapi saya ingin agar mereka bisa mendengarkan.

Sekolah itu ga enak! Tidak usah sekolah, berhenti saja. Begitu kata-kata yang terucap dari mulut saya. Lalu saya melanjutkan. Tapi apakah kami sebagai guru kalian dan guru-guru pada sekolah lain dahulu tidak bersekolah? Apakah kami ini tiba-tiba menjadi guru tanpa harus bersekolah terlebih dahulu. Apakah para pejabat pemerintahan, pejabat partai politik, pejabat perusahaan, pejabat organisasi kemasyarakatan, dan setumpuk pejabat lainnya dulu mereka tidak bersekolah? Apakah tentara, polisi, jaksa, hakim, satpam, karyawan, perangkat desa dahulu mereka tidak bersekolah? Kalian boleh saja membenci mata pelajaran yang saya ajarkan karena boleh jadi mata pelajaan itu tidak berarti apaapa buat kalian untuk saat ini. Tetapi berusahalah untuk tidak membenci gurumu karena bisa jadi ada hal lain dari gurumu yang bermanfaat, entah besok atau yang akan datang hal yang bermanfaat itu baru kalian menyadarinya. Seburuk- buruknya seseorang walaupun sedikit pasti ada baiknya. Begitu juga sebaliknya, sebaik-baiknya seseorang pasti ada buruknya walaupun sedikit.

Sejenak saya menerawang jauh mengingat bagaimana dahulu masanya saya masih anak-anak bersekolah dari SD, SMP, SMA hingga menjadi mahasiswa. Masa-masa itu kemudian saya kisahkan dihadapan mereka. Masa-masa kami dahulu kami jalani dengan penuh keterbatasan. Jika orang tua ingin memasak harus disiapkan kayu bakar, sekarang sudah tersedia minyak tanah dan gas. Butuh air bersih harus ditimba sekarang ada mesin dan pipa yang mengalirkannya. Ingin bermain cukup dengan alat dan bahan seadanya, sekarang sudah serba digital. Bersekolah tak butuh sarapan, tak ada uang jajan. Sekarang tak ada uang jajan anak tak nampak di sekolah.

Ternyata ada yang kurang dalam motivasi bersekolah sebagian anak dikalangan masyarakat kurang mampu yaitu semangat untuk perubahan. Seakan-akan perubahan yang mereka inginkan itu terjadi secara instan tanpa melalui proses dan perjuangan.

Ada beberapa poin yang menjadi fokus saya dalam menyikapi apa yang telah diperlihatkan oleh siswa saya tersebut di atas. Pertama; apa iya anak-anak kita sekarang, khususnya yang memiliki orang tua berkemampuan ekonomi di bawah rata-rata harus bisa menyesuaikan proses pembelajaran digitalisasi diera abad 21 ini? Kedua; apa iya anak-anak kita saat ini sudah tidak lagi membutuhkan sosok keteladanan dari tokoh-tokoh nasional terdahulu atau para pahlawan bangsa? Ketiga; apa iya anak-anak kita dalam bersekolah harus diberi gaji atau imbalan berupa uang agar mereka rajin untuk bersekolah atau demi menyetarakan terhadap yang lain? Keempat; apa iya dalam mendidik anak-anak kita harus bisa menyesuaikan zamannya?

Penulis: Idris Kuba, S.Pd., M.Pd.

2 komentar

Amir, Monday, 15 Jan 2024

Kudu semangat dan harus karena bekal kedepan apapun materi disekolah harus dibuat happy…

Reply

Idris, Friday, 12 Jul 2024

Ternyata menjadi pembelajar itu harus selalu merasa kurang. Karena semakin banyak yang kita ketahui maka semakin tahu kita bahwa sebenarnya yang kita ketahui itu masih belum memadai.

Reply

TINGGALKAN KOMENTAR

MAPS SEKOLAH

Agenda